11:57 PM
“Udah dibawa semua?”
Tara menoleh, lalu menganggukan kepalanya. “Udah, aku bawa yang perlu-perlu aja.”
“Ga bawa baju?”
“Aku ada baju di rumah Nenek, jadi aman.”
Jericho mengangguk. “Kamu yang ga aman.” Tara berkata demikian, membuat Jericho menoleh padanya lalu mengernyit. “Me?”
“Iya, kamu.” “Ga bawa baju, kan?”
Seketika itu Jericho menyadari kebodohannya. “Kita ga bakalan cuma pulang-pergi, bakalan nginep disana.”
“Hahaha, iya. Terus gimana ini Ra.”
“Mau balik ke apartment kamu dulu? Atau ke rumah Oma? Mana yang lebih deket?”
Pertanyaan Tara membuat dua-duanya terdiam. Lalu Jericho terkekeh pelan.
“Gak ada yang deket, semuanya jauh.”
Seketika itu Tara menurunkan lengkung bibirnya.
“Gapapa, nanti aku beli aja disana.” Ujar Jericho. “Atau nanti, kamu pake baju punya Mas Dimas aja, baju dia di rumah Nenek banyak.”
Mendengar hal itu Jericho meringis, dirinya sangsi bahwa Dimas akan meminjamkan baju untuknya. Namun kedati demikian, pria itu mengangguk agar Tara merasa tenang.
“Oliv tahu nggak kamu mau ke Semarang?”
Jericho menoleh pada Tara yang duduk disampingya. Oh, kali ini Jericho tidak sedang mengemudi, jadi pria itu bebas menoleh kesana-kemari sebab mereka berdua kini tengah berada didalam Kereta.
“Tahu, aku suruh dia kabarin Oma buat jangan kirimin aku makanan dulu sampe nanti aku balik ke Jakarta.” Tara mengangguk-ngangguk paham.
“Kamu ga lagi sibuk, kan?” Jericho menggelengkan kepalanya. “Untungnya ini hari Jum'at.” Lantas Tara menganggukan kepalanya. Benar, beruntung duahari kedepan adalah hari libur.
“Kamu pernah naik kereta sebelumnya?” Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari mulut Jericho.
“Aku tiap ke Semarang milih naik kereta. Terus semuanya jadi ikutan pilih naik kereta.”
“Karena mereka tahu kamu suka naik kereta?” Tara mengulum senyumannya, entah mengapa dirinya merasa malu ketahuan se dituruti itu oleh keluarganya. Padahal, Jericho sudah tahu kalau tabiat keluarga Tara memang demikian, dan Tara-pun mengetahui itu. Tapi tetap saja, rasanya seperti dunia mengetahui bahwa Tara merupakan anak kesayangan di keluarganya.
“Aku tuh ya, gatahu kenapa suka banget naik kereta.” Tara mengatakan hal itu sambil matanya memandang kearah jendela kereta.
“Rasanya tuh kayak nyaman banget, karena kereta kan punya jalurnya sendiri ya. Jadi aku gaharus lihat kendaraan lain selama di perjalanan, aku bisa fokus nikmatin pemandangan sesuka dan semau aku.”
“Di kereta aku bisa lakuin hal-hal kayak makan, baca buku, atau dengerin musik dengan nyaman. And i love that vibes so much.”
Jericho memperhatikan Tara yang tengah mendeskripsikan alasan mengapa gadis itu begitu menyukai bepergian naik kereta.
“Kalo kamu?” Alis Jericho terangkat satu. Pria itu tersenyum mendapati pertanyaan demikian.
“Aku baru pertama kali naik kereta.” Wajah Tara terlihat sedikit terkejut mendengar pernyataan Jericho.
“Tapi aku bisa langsung tahu, kalo kereta bakalan jadi salah satu transportasi favorit aku kedepannya.” Jericho mengatakan hal itu sambil menatap Tara tanpa berkedip sedikit-pun. Menyiratkan makna bahwa ini bukan tentang kereta, ini tentang kamu. Dan seakan paham akan makna tersirat itu, Tara tersenyum pada Jericho yang kini membalasnya dengan senyuman tipis.
Dalam benak Jericho kini, tak pernah sedetik-pun Jericho membayangkan akan bertemu dengan gadis yang tengah duduk seraya tersenyum manis kepadanya. Ah, senyuman itu. Jericho bahkan tak pernah menyangka bahwa senyuman seseorang bisa memberikan efek yang begitu luar biasa padanya.
Kala melihat senyuman itu, segala beban yang selama ini Jericho pikul sendirian serasa sirna, semuanya mendadak terasa ringan dan perasaannya terasa begitu damai.
Tak pernah Jericho bayangkan dalam hidupnya, ia bisa merasakan hal seperti ini.
Dulu, saat Jericho mengetahui fakta bahwa dirinya adalah anak yang tidak diinginkan, hingga akhirnya diterlantarkan. Jujur saja Jericho marah pada Tuhan, batinnya meraung bertanya-tanya, mengapa dirinya harus tetap lahir padahal orang tua-nya saja tidak mau dirinya lahir.
Namun kini, Jericho bersyukur pada Tuhan, karena setidaknya, dengan dirinya tetap lahir dan ada di dunia ini, Jericho bisa bertemu dengan Tara. Sumber kedamaiannya.
Ibarat pepatah, berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian itu yang Jericho rasakan semasa hidupnya sebelum akhirnya bertemu dengan Tara.
Dulu, jika ada orang yang berkata ingin kembali ke masa kecil sebab merasa menjadi dewasa tidak mengenakan, Jericho akan langsung menyangkal dan mengatakan bahwa dirinya tidak mau kembali ke masa kecil dan mengulangi kehidupannya.
Namun kini, jika ditanya apakah Jericho mau mengulangi hidupnya atau tidak, Jericho akan jawab 'ya'
Ya, Jericho mau mengulanginya, asalkan ada Tara. Jericho tak masalah mengulang lagi hal-hal mengerikan semasa kecil yang membuatnya merasa begitu sengsara dan menderita selama bertahun-tahun, asalkan nantinya ada Tara.
“Ra.” Tara menoleh. “Misal aku ngajak kamu tunangan, kamu mau nggak?”
Sebab demi Tuhan Jericho tak masalah dengan semua waktu sulit yang telah dilaluinya, asal ada Tara di penghujung ceritanya.
11:57 PM
I Wanna Be Yours by; Arctic Monkeys