A moment – Fake Bioskop Date.


Sharon memutar bola matanya malas, selepas membaca pesan dari Jessen ia-pun segera melangkah menghampiri pria itu.

Sharon sampai, dilihatnya Jessen yang sudah berdiri dihadapanya, sementara tiga pria lainnya tengah duduk, mereka tersenyum pada Sharon, yang gadis itu balas dengan senyumannya.

“Hai, temen tk jessen.” Salah seorang dari tiga pria itu menyapa.

“Hai, panggil gue Sharon aja.” Balas Sharon, kemudian gadis itu menggeser sedikit langkahnya menjadi berdiri dihadapan pria berkulit hitam manis yang tadi menyapanya.

“Lo siapa?” Sambil mengulurkan tangan, Sharon bertanya.

“Hai manis, gue Haris.” Pria hitam manis bernama Haris itu-pun meraih uluran tangan Sharon, namun bukan untuk berjabat tangan, Haris meraih tangan Sharon untuk kemudian mengecup punggung tangan Sharon membuat gadis itu sedikit berjengit merasa kaget.

Melihat aksi yang Haris lakukan, Randi beserta Jemian hanya bisa menggelengkan kepalanya, sebagai seorang teman mereka telah terbiasa dengan tingkah Haris yang memang selalu demikian.

“Gue Randy.” Sharon mengalihkan pandangannya pada pria berkacamata disamping kanan Haris.

Sharon tersenyum. “Hai Randy.” Randy hanya mengangkat alis seraya melempar senyum sebagai respon.

“Terus lo...” Atensi Sharon beralih pada pria disebelah kiri Haris.

“Jemian.” Pria itu mengulurkan tangan terlebih dahulu, Sharon tanpa ragu menjabatnya seraya tersenyum. “Nice to meet you, Sharon.” Jemian-pun menampilkan senyumannya.

“Udah basa-basi perkenalannya?” Sahut seorang pria dengan nada jutek di belakang Sharon.

Sharon berbalik dengan perasaan jengah, gadis itu melihat kearah Jessen dengan tatapan malas. “Udah, tukang ngompol.”

Jemian, Haris serta Randy sukses menahan tawa, sementara Jessen mengeraskan rahang menahan emosi.


“Ini film apaan deh?” Karena masih belum dimulai, Sharon inisiatif bertanya.

“Jangan banyak tanya, tonton aja.” Sharon-pun berdecak sebal.

“Ini harus banget kita nonton full film? kan cuma formalitas aja, bilang temen lo suruh foto sekarang aja.” Tutur Sharon sebab dirinya merasa malas, menonton film dengan orang yang tidak di kehendakinya sama sekali tidak cocok untuk dilakukan di waktu liburnya yang berharga.

“Berisik, jangan banyak ngomong, nanti lo ditegur orang.” Jessen menanggapi dengan malas, entah sejak kapan dan mengapa Jessen baru mengetahui bahwa Sharon alias Caca teman masa kecilnya ini ternyata gadis yang sangat berisik.

“Lah orang filmnya aja belom mulai—”

“Ssstt! diem.”

Sharon kicep ditempat, tadi, Jessen pria itu melakukan hal yang menurut Sharon diluar dugaan, Jessen membungkam mulut Sharon dengan satu jari telunjuk yang pria itu tempelkan pada bibirnya, serta merta wajah pria itu tadi tepat berada di hadapannya.

Jantung Sharon terasa berdegup duakali lebih cepat, akhirnya gadis itupun memilih untuk diam, menuruti apa kata Jessen.

Handphone Jessen bergetar, sebuah pesan masuk. “Ekspresi muka lo sama Sharon di kontrol coba, jangan kaya orang sebel-sebelan.”

Jessen menoleh kearah kanan bawah dimana para temannya berada, disana ia melihat Randy menatap balik kearahnya sembari menggerak-gerakan tangannya di hadapan wajah, memberikan isyarat bahwa Jessen harus mengontrol ekspresinya.

Film dimulai, Jessen menyimpan kembali Handphone-nya kedalam saku, sementara itu...

“Lo...” Suara Sharon dari arah samping kiri membuat Jessen terpaksa menoleh.

Pria itu menatap Sharon yang tengah memandang nanar kearah layar.

“INI FILM HOROR????!!!”