a Moment – Now Gabriel Here for Caca.


Sharon memejamkan matanya, berusaha menarik nafas dalam lalu dikeluarkan secara perlahan. Namun hasilnya selalu gagal, nafasnya terus menggebu dan tersendat-sendat hingga dadanya terasa sesak.

Prediksinya perihal ia 'berani' menghadapi situasi seperti ini ternyata salah besar.

Saat membaca semua komentar dan ujaran kebencian tadi, jujur Sharon kelabakan, ia tidak menyangka membaca suatu hal seperti itu bisa membuatnya mengalami serangan panik seperti ini.

“CA!!”

Suara teriakan seorang pria disertai dengan gedoran pintu yang terdengar tak sabaran membuat Sharon terhenyak.

Dengan susah payah Sharon berdiri dari posisinya yang semula ambruk, sebab tadi tiba-tiba kakinya terasa lemas sekali.

“CACA BUKA ATAU GUE DOB—”

Teriakan pria itu terhenti, Jessen terdiam, sementara itu di depannya berdiri Sharon yang telah membukakannya pintu.

“Ca...” Jessen melirih perihal ia melihat Sharon dengan wajah pucat basah bersimbah keringat.

“Lo—CAAA??!!” Tiba-tiba saja tubuh Sharon limbung, beruntung Jessen dengan sigap menangkapnya.

Jessen dengan jelas mendengar deru nafas Sharon yang tak beraturan, tanpa disadari-pun, Sharon mencengkram lengan kokoh Jessen yang kini tengah digunakan untuk menopang tubuhnya.

“Gue... hiks....” Sharon bersuara lirih diiringi dengan isakan kecilnya.

Jessen membenarkan posisi Sharon terlebih dahulu, gadis itu ia bantu untuk berdiri tegak lalu Jessen maju merapatkan diri untuk meraih pinggang kecil Sharon hingga tubuh gadis itu betul-betul berada di dalam jangkauannya.

“Gue gak oke...” Setelah berucap demikian, Sharon menangis. Tangan gadis itu yang entah bagaimana, dan sejak kapan berada diatas bahu Jessen kini mulai bergerak mencengkramnya dengan kuat, hingga kaos hitam yang pria itu kenakan ikut tertarik.

Jessen menarik pinggang Sharon, bergerak memeluk Sharon dengan insting yang dia punya, bisa dengan jelas Jessen rasakan dalam dekapannya tubuh gadis itu bergetar.

“Gue takut banget... hiks...” Sharon bergumam serta menangis.

Jessen menarik nafasnya dalam, pelukannya ia eratkan, lengannya bergerak menepuk-nepuk punggung Sharon agar gadis itu bisa merasa sedikit lebih tenang.

“Jangan takut, ada gue.” Pria itu menarik kepala Sharon hingga menempel pada dada bidangnya, kemudian Jessen mengusap lembut kepala Sharon, berharap gadis itu berhenti menangis.

“Jangan nangis Caca.” Jessen mengucapkannya disela pria itu mengelus dan menepuk lembut kepala serta punggung Sharon.

“Gue Gabriel, ada disini buat lo.”