Again, He's not Come.
Sharon meletakan handphone-nya dengan perasaan hampa. Sudah satu jam lebih, dan Jessen tak juga muncul. Pesan WhatsApp yang Sharon kirimi-pun tak di balas.
Sharon mengusap wajahnya dengan gerakan kusut, sebelum menutupinya dengan kedua telapak tangan. Gadis itu memejamkan matanya, menahan tangis.
Lagaknya, Jessen benar-benar tidak datang. Sharon menarik nafasnya dalam, berusaha meredam perasaannya yang berkecamuk. Sambil membentur-benturkan pelan kepala belakangnya pada dinding yang tengah gadis itu jadikan sandaran. Sharon meraih ponselnya kembali. Meski sudah tahu kemungkinan besarnya. Gadis itu masih berharap bahwa Jessen akan datang menemuinya.
Sharon kembali mengecek ponsel, dan nihil. Jessen sama sekali tak membalas. “Kamu..” “Beneran gak datang, ya?” Sharon tersenyum miris, bergumam sembari menatapi layar ponselnya. Gadis itu kemudian menundukan kepalanya, sudah tak tertahankan lagi, akhirnya Sharon-pun menangis.
Sementara Sharon menangis, selang beberapa menit, pintu kost nya di ketuk. “Neng Sharon.” Sharon mendongakan kepalanya, itu suara bapak penjaga kostnya. Buru-buru gadis itu mengelap air matanya, kemudian berjalan untuk membukakan pintu.
“Ada yang nyariin, Neng.” Si Bapak berujar setelah Sharon membukakan pintu dan berdiri di hadapannya. Kening Sharon sempat tertaut sesaat, sampai kemudian si Bapak menggeser tubuhnya, lalu menunjuk pada seorang pria yang tengah berdiri di depan ruang penjaga kost.
Pria itu berjalan menghampiri tempat Sharon dan Bapak penjaga itu tengah berdiri. Sementara pria itu tersenyum, Sharon hanya mematung bingung.
“Jemian?” Ucap Sharon dengan reflek. Benar, pria yang tadi menghampirinya itu adalah Jemian. Namun pertanyaannya, sedang apa pria itu disini? Dan bagaimana bisa pria itu sampai disini? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepala Sharon.
“Saya tinggal dulu, Neng.” Si Bapak penjaga tadi pamit undur diri. Kini tinggalah Sharon dan Jemian yang tengah berdiri didepan pintu kostan.
“Gue denger lo butuh ke klinik.” Jemian mengutarakan maksud keberadaan dirinya disini. Mendengar itu Sharon tersenyum pedih. “Jessen yang nyuruh lo kesini?” Sharon menanyai Jemian. Pria di hadapannya itu hanya diam sambil menatap Sharon. Melihat respon Jemian yang begitu, gadis itu-pun tertawa getir, Sharon mengerti situasinya. Gadis itu kini mengetahui bahwa Jessen, pria itu tak akan datang, dan dirinya, tak perlu lagi menunggu.