Apartement Jessen.
“Sepi banget deh.” Sharon bergumam dalam perjalanan menuju unit apartement Jessen, gadis itu menoleh ke kiri dan ke kanan, mengamati setiap sudut lorong yang tengah di lewatinya.
“Ini kalo ada yang meninggal aja kayaknya gak bakalan ada yang tahu.” Sharon masih dengan gumamannya pada diri sendiri, Jessen yang berjalan disamping Sharon hanya terkekeh pelan.
Jessen meraih tangan Sharon, gadis yang sejak tadi tengah celingukan mengamati detail area apartement ini pun sempat tersentak kaget. Sharon menoleh mendapati Jessen yang hanya mengangkat kedua alisnya sambil melempar senyum pada Sharon.
“Udah seneng gandeng tangan gue ya?” Dengan mengayun-ngayunkan tangan yang tengah Jessen genggam, Sharon bertanya menggoda Jessen.
Jessen tertawa mendapati pertanyaan Sharon yang seperti itu. “Iya nih kayaknya. Lo siap gue gandeng sampai pelaminan gak?”
Kini giliran Sharon yang dibuat tertawa, gadis itu menggelengkan kepalanya, sebab jawaban Jessen tadi benar-benar terdengar menggelikan.
Sharon bergegas masuk setelah Jessen membuka pintu apartementnya.
“Woah...” Sharon menelusuri setiap sudut yang ada di ruangan apartement kediaman Jessen, gadis itu bergerak berpindah mulai dari sofa, dapur, hingga kamar mandi-pun tak luput dari penelusuran Sharon.
Jessen hanya mengamati, membiarkan Sharon yang tengah berkeliling mengadakan room tour pribadi di apartemennya.
Dilihatnya Sharon yang kini beralih tempat pada kaca besar yang berada di seberang sofa dan televisi. Kaca besar nan lebar pengganti dinding itu berhadapan langsung dengan pemandangan luar, dimana gedung-gedung tinggi berjajar tak beraturan, namun terlihat menakjubkan.
“Ini kalo malem pasti cantik banget deh pemandangannya.” Gadis itu bergumam penasaran sekaligus takjub saat mengamati pemandangan yang tengah dilihatnya.
Sharon berdiri tepat di tengah-tengah kaca besar itu, Jessen-pun bergerak menghampiri.
“Nanti lo bisa lihat, mau disini sampai malem kan?” Sharon menoleh pada Jessen. “Gue beneran boleh disini sampai malem?”
Jessen mengangkat bahunya. “Ya kenapa harus gak boleh?”
Mendengar ucapan Jessen, Sharon tersenyum ceria. “Asik! makasih yah!” gadis itu bahkan melompat kegirangan, melihatnya Jessen hanya tersenyum kecil sambil menganggukan kepala.
“IH DIEM JANGAN GERAK-GERAK WOY!” Sharon mengeraskan suara saat lagi-lagi harus memperingati Jessen untuk tidak bergerak.
“Gue gak ngerasa gerak anjir?!” Jessen memprotes tak terima.
“Orang kerasa di gue! lo itu gerak!” Sharon mencerca. Gadis itu kemudian melanjutkan acara menggambar bentuk setengah love di pipi Jessen.
Sharon tadi merengek pada Jessen meminta agar pria itu mau membuat konten tik-tok yang tengah viral bersama dengannya.
Jessen yang tak kuasa menolak-pun akhirnya mengiyakan permintaan Sharon, dan jadilah seperti ini.
“Ih udah! lucu banget hahaha.” Sharon tertawa melihat pipi kanan Jessen yang setengahnya sudah tercoret oleh lipsticks miliknya.
“Sini tinggal di tempelin ke pipi gue.” Ucap Sharon. Gadis itu bergerak mendekat hingga pipi Sharon kini berada persis di sebelah pipi Jessen. Sharon meraih sisi wajah Jessen yang tidak tergambar oleh lipsticks untuk mendorongnya hingga pipi mereka benar-benar menempel.
“Kira-kira udah nyetak belum ya?” Tanya Sharon, pipi keduanya masih menempel satu sama lain.
“Belum, bentar lagi.” Jessen menjawab dengan senyuman tersembunyinya.
Tangannya yang semula diam kini bergerak ikut meraih sisi wajah Sharon yang tidak menempel dengannya, ikut menekan sisi itu hingga kedua pipi mereka semakin menempel.
“Udah deh kayaknya.” Cletuk Sharon. Selepasnya gadis itu berusaha melepas pipinya yang menempel pada pipi Jessen, namun pria itu menahannya.
“Nanti, gue yakin ini masih belum nyetak.” Ucap Jessen terdengar sangat yakin. Sharon hanya mengernyit heran, masa sih? rasa-rasanya di video yang di tontonnya tadi, sesi menempelkan pipi ini tidak terlalu lama.
“Emang iya belum nyetak?” Jessen mengangguk pelan agar gerakannya tak membuat cetakan love yang tengah dirinya dan Sharon buat itu menjadi berantakan.
“Iya, percaya deh sama gue.”