Dasi
“Lo...” Mata Aulia mengerjap-ngerjap, ponsel di genggamanya kemudian Aulia taruh dengan penyangga di atas nakas samping tempat tidur, jelas sekali benda pipih itu menampilkan sebuah video tutorial.
“Ga bisa pasang dasi juga?” Gino melanjutkan kalimatnya.
“Enggak.” Jawab Aulia.
“What the—”
“Makanya aku puter video nya, sini deh.” Aulia memposisikan diri setelah menarik lengan Gino, mengatur posisi pria itu.
Aulia berjinjit untuk melakukan aktivitas nya, sesuai dengan perintah yang ia tonton dari video yang tengah di putar, Aulia dengan telaten mempraktikanya pada Gino.
Gino memperhatikan, meski sempat kesal, namun Gino biarkan saja, ia sedang butuh bantuan gadis ini.
“Eh ke kiri atau ke kanan ya tadi ini?” Aulia hendak bergerak mempause dan mengulang videonya, namun terhenti sebab Gino bersuara
“Kiri.”
Tanpa berpikir lagi, Aulia melanjutkan, sementara itu Gino tetap memperhatikan, ini pertama kalinya, Gino rasa...
berdekatan dengan gadis bernama Aulia yang kini menyandang status sebagai istrinya.
Dengan kepala yang sedikit tertunduk ke bawah, Gino melihat wajah Aulia yang sedikit menengadah, entah mengapa Gino merasa, perpaduan wajah Aulia itu serba mungil, baik hidung maupun bibir semuanya kontras dengan ukuran wajahnya, kecil.
Sejenak Gino lihat wajah yang ia nilai kecil itu mengernyit sesaat, gadis itu kebingungan lagi.
“Puter ke belakang.” Karena suaranya, Aulia mengalihkan perhatiannya, mereka berpandangan, baik Gino maupun Aulia sama-sama tak menghindar.
Gino tertarik untuk menatap lensa kecoklatan yang terlihat jernih itu, mengamati sama seperti yang dilakukannya sejak tadi.
“Belakang.” Gino mengulangi, namun matanya tetap memandangi.
Aulia diam sesaat, menerima pandangan dari lelaki jangkung yang kini berstatus suaminya.
“Iya.” Balas Aulia.
Ada yang aneh, sesuatu sedang tercipta, kontak mata itu tidak terputus, baik Aulia maupun Gini betah dengan apa yang di pandangnya masing-masing, Aulia bahkan melanjutkan gerakan penyelesaiannya tanpa memandang ke arah apa yang tengah di kerjakan seperti sebelumnya.
Matanya tetap melihat Gino.
“Udah.” Ujar Aulia.
Suara Aulia terdengar rendah ditelinganya, kontak mata ini ternyata berbahaya, terbukti dengan Gino yang bertindak di luar kendalinya, kontak mata itu terputus, dengan Gino yang mengganti arah pandangnya pada bibir mungil kepunyaan Aulia.
Mengikis jarak, Gino yang memulai, dan Aulia yang tak menghindar, mereka seperti dikendalikan hingga jarak terus terkikis dan tinggal beberapa centi saja, maka sesuatu akan terjadi.
Namun urung, Gino menghentikan pergerakannya, kesadarannya datang entah dari mana membuat Gino tersentak hingga kemudian menjauh dari Aulia. Hal itu juga mengundang kesadaran Aulia untuk hadir.
Dua insan itu kini saling melempar tatap, dua-duanya sama, mereka sama-sama kaget.
Gino merasa linglung, begitupun Aulia.
Beberapa detik kemudian terdengar Gino mengumpat kemudian melangkah pergi ke luar kamar setelah sempat melempar tatapan antara sinis dan jijik pada Aulia.
“Sialan! Anjing!” Tak henti-hentinya Gino mengumpat kemudian menampar dirinya sendiri.
“Lo mau nyium cewek sampah itu?! Kerasukan setan mana lo Giorgino!!”
Menolehkan kepalanya kearah kamar dimana Aulia tengah berada, Gino menatapi ruangan yang pintunya masih terbuka itu dengan tatapan ngeri.
Namun tak bisa ia sangkal, Gino sadar akan sesuatu, karena pada dasarnya, Biar bagaimanapun wujud nyata perasaan bencinya kepada Aulia. Aulia tetaplah seorang gadis, dan ia seorang pria.