Drunk Talk About the Chance.
“Udah sadar dia Shaa, kalo dia bego.”
Tadi, Randy berujar demikian padanya, setelah menceritakan gambaran besar mengapa Jessen, pria yang kini tengah tertidur pulas di atas sofa itu meminum begitu banyak beer dan berakhir membuat keributan seperti tadi.
Sharon memandangi Jessen sambil berdiri, Randy tadi sudah pamit pulang terlebih dahulu, pria itu bilang sangat lelah setelah menghadapi perilaku ekstrem Jessen dan memilih segera pulang untuk beristirahat.
“Mampus.” Entah mengapa dan cenderung tiba-tiba sekali, Sharon mengatai Jessen. Gadis itu kemudian melirik pada jam tangannya. Seketika bola mata Sharon membesar, oh tidak! ini sudah lewat dari jam 12 malam.
“Duh! kenapa bisa gak inget waktu gini sih!” Sharon-pun menggerutu, ternyata mengatasi Jessen dengan tingkah laku seperti tadi benar-benar membuang waktu dan energi.
“Pesen taksi online jam segini aman gak ya?” Sambil menggigit bibir bawahnya, Sharon berpikir keras.
“Jangan.” Sharon berjengit kaget setengah mati. Gadis itu kemudian menatap pada Jessen yang tiba-tiba bangun dan terduduk. “Udah malem, bahaya sayang.” Jessen mengusap pelan wajahnya. “Bobok disini aja, sama aku.” Pria itu menatap pada Sharon yang masih di posisi bingung memikirkan pria ini sudah sadar atau belum. Namun melihat gelagatnya, sepertinya Jessen masih mabuk, sebab pria itu bertingkah seakan-akan mereka itu masih sepasang kekasih.
“Kamu aja yang tidur, gih.” Sharon berniat mendorong pelan bahu Jessen agar pria itu kembali tidur, namun siapa sangka, Jessen malah meraih tangan Sharon. Pria itu lantas berdiri, tangan Sharon yang tadi diraihnya, kini Jessen tarik hingga Sharon berakhir dipelukan Jessen.
“I miss you..” Jessen peluk erat-erat tubuh mungil Sharon, wajah pria itu bahkan kini berada diantara bahu dan ceruk leher Sharon, mendusel dan mengendus pelan di area sana, membuat Sharon sedikit khawatir akan situasi ini.
“Gabriel..” Sharon memanggil, niatnya memperingati sebab gadis itu merasakan sebuah kecupan di lehernya. Sharon-pun mendorong pelan tubuh Jessen, membuat pelukan mereka akhirnya merenggang, namun tak sepenuhnya terlepas, sebab kedua lengan Jessen masih melingkar di pinggang Sharon.
“Kamu masih mabuk, tidur lagi aja.” Sharon berniat lepas dari lingkaran tangan Jessen, namun Jessen menahan pergerakan Sharon, mau tak mau gadis itu kini menatap Jessen. “Kita udah putus, ya?” Sharon sedikit kaget mendengarnya, pasalnya gadis itu mengira tadi pria itu masih belum sadar hingga melupakan status mereka yang kini bukanlah sepasang kekasih lagi. “Aku baru inget.” Jelas Jessen, kini Sharon mengangguk paham, lagaknya tingkah Sharon perlahan membuat pria itu sadar dan mulai mengingat situasi nyatanya.
“But i miss you..” Lagi, Jessen tarik pinggang Sharon agar pria itu bisa kembali memeluknya. “Ca, i miss you..” Jessen meracau sembari mengeratkan pelukannya, setelahnya pria itu menempatkan dagunya diatas bahu Sharon. “Aku bodoh.” Lirih Jessen pelan, Sharon diam tak bergeming. “Aku bodoh udah lebih pilih dia dari pada kamu, Ca..” Jessen menarik napasnya yang terasa sedikit sesak.
“Ca..” panggil Jessen pelan. “Kalau aku mau kembali sama kamu, aku gatahu diri, ya?” Jessen menunduk dalam pelukan mereka, menempelkan dahinya di bahu Sharon. “Ca, if i ask u about a chance, do you event wanna talk it?”
Hening, tak ada jawaban. Mengetahui akan hal itu Jessen mengeratkan lagi pelukannya, sebab Sharon tak menanggapi, Jessen takut pelukannya akan dilepas secara sepihak.
“You're drunk, go to sleep.” Hanya itu respon yang Sharon berikan.