Talk.


Di bawah sinar rembulan malam, sosok pria yang tengah termenung itu terpotret jelas. Meski remang sekalipun, namun jika dirasa maka kalian akan menemukan bayangannya. Disini Mario terduduk diam, tak berani mengambil gerakan barang membuka pintu mobilnya sekalipun.

Namun sebuah suara memaksanya untuk keluar, baik dari dalam mobil maupun dari lamunannya.

Suara lembut serta figur anggun itu datang mendekatinya. Mau tak mau senyum Mario mengembang.

Bagaimana bisa ia mengabaikan eksistensi dari gadis yang teramat ia cintai?

Memang pada dasarnya seperti ini. Sebesar apapun rasa gundahnya, bila Syakila sudah berada di hadapannya. Maka semuanya menjadi sirna. Hilang tak berbekas, seiring bayangan sang gadis yang menyapa.

Suara ketukan kaca mobil terdengar, Mario menoleh kemudian menurunkannya. Lensanya langsung menangkap potret wajah yang selalu berhasil membuatnya merasa teduh bahkan dikala semuanya terasa memanas. Dia Syakila, satu-satunya orang yang mampu menciptakan suasana demikian pada Mario.

“Kenapa diem aja di sini? Aku udah nungguin di depan pintu, mau peluk sama ciumnya kamu.”

Lihat? Bagaimana bisa Mario menolak suasana ini.

Mario tersenyum simpul, matanya ia biarkan berlama-lama memandang manik jernih yang memang disanalah kepemilikannya.

“I'm sorry because make u wait for me.” Mario ulurkan tangannya keluar jendela mobil, mengusap surai panjang lembut itu dengan segenap rasa yang dimilikinya.

Syakila tersenyum cantik, matanya menyipit sedikit. Senyum yang selalu membuat ketenangannya kembali pulang.

“Nggak papa.” “Ayo masuk sayang.”


“Sayang malem ini mau teh atau kopi?” Syakila bertanya, gadis itu tengah berada di hadapannya, membantu Mario melepaskan jas hitam nya.

“Mau kamu aja boleh nggak?” Dengan senyum tipisnya Mario berujar yang mana ujarannya membuat Syakila melebarkan lengkung bibirnya hingga membuat mata sipitnya semakin kehilangan eksistensi.

“Kan udah. Ini aku, disini.” Syakila menyampirkan jas hitam milik Mario di atas sofa. Lengan kecilnya kemudian bergerak melingkari pinggang sang pria. Semerbak harum chocolate-coffee segera menguasai indra penciumannya. Syaklia memeluk Mario, menenggelamkan wajahnya di dada pria itu dengan nyaman.

Mendapatinya Mario ikut bertindak. Lengannya ikut berpartisipasi dengan balik melingkari tubuh kecil yang terlebih dahulu menempatkan diri.

“Yes. I got you.” Bisiknya pelan sebelum memutuskan untuk menghirup aroma Vanilla dari rambut sang pemilik hatinya.

“Kila..” Mario memanggil.

Posisi mereka belum berubah, masih saling mendekap satu sama lain.

“Iya?” Syakila mendongakkan kepalanya agar bisa melihat lawan bicaranya.

Mario mengusap-usap punggung Syakila. Berusaha menyalurkan ketenangan serta membangun suasana yang nyaman.

“Aku mau bilang sesuatu yang mungkin bikin sedikit nggak nyaman. Kalau kamu nggak mau bilang aja.” Pada akhirnya, Mario menempatkan pilihan pada cintanya.

“Bilang aja, nggak papa. Kenapa hm?”

Mario mengeratkan pelukannya. Ia tempatkan rahang tegasnya di bahu wanitanya.

“Kalau aku ajak kamu buat ke dokter kandungan mau nggak?” Akhirnya terucap juga.

Hening sesaat. Rasanya gelisah. Namun Mario merasakan suatu gerakan, kepala gadisnya mengangguk pelan.

“Boleh..”

Mendengarnya membuat Mario enggan bergerak lebih, takut untuk melihat wajah sang gadis, Mario memilih bungkam sesaat sambil mengeratkan lingkar lengannya.

“Kalau nggak mau juga nggak papa. Aku nggak maksa.” Mario putus asa, hingga tak tahu harus berkata apa.

Syakila tersenyum tipis, pelukannya gadis itu eratkan untuk memberikan isyarat bahwa dia baik-baik saja dengan ajakan prianya.

“Mau sayang. Mau kapan?” Tanyanya kemudian.

“Kamu siapnya kapan? Aku serahin semuanya dikamu. Sekalipun kamu batalin, aku juga nggak akan keberatan.”

Dengan terlontarnya kalimat itu Syakila paham. Ini bukan keinginan Mario. Dan Syakila juga tahu, keinginan siapa sebenarnya ini.

Seakan tahu kegundahan Mario, Syakila mengusap dengan sayang rambut pria itu, membuat Mario lagi-lagi merasa ia benar-benar berada di tempatnya.

“Nanti kabarin aku aja ya? Kamu aja yang atur jadwalnya biar bisa nyesuain sama jadwal kamu. Kalau aku yang atur takut tabrakan sama jadwal kamu di kantor.”

Mario mengangguk pelan. “Are u okay with that? Kalau nggak mau bilang aja sayang.”

Syakila terkekeh pelan. “I'm okay sayang, tenang aja okay?” “Selama ada kamu, aku selalu ngerasa okay.” Tuturnya membuat Mario menghela nafas meski pelan hingga akhirnya pria itu menyahuti.

“Itu juga berlaku buat aku.”