Two Bottle of Milk.


Juan bergegas keluar, berlari dari gerbang rumahnya. Ini Juan lakukan demi minuman segar menyehatkan pagi harinya. Juan tidak terlalu suka sarapan pagi, jadi Juan lebih memilih minum susu.

Dan satu botol itu tidaklah cukup sebagai pengganti sarapannya.

Dari kejauhan ia melihat seorang gadis tengah menaruh sebotol susu didepan gerbang sebuah rumah.

“Yes! Ketemu!” Juan lanjut berlari, beruntung ia sempat menghampiri gadis yang tengah memakai helm sepeda berwarna pink itu sebelum pergi.

Juan terengah-engah. Gadis dihadapannya menatapnya kebingungan.

“Mbak—-hhh” Juan mengangkat lengannya memberi isyarat bahwa ia meminta waktu sebentar untuk menetralkan deru nafasnya.

“Saya mau lagi susunya sebotol.” Ucap Juan sembari bersandar di dinding samping gerbang rumah yang baru saja di letakan botol susu didepannya.

“Nggak ada mas.”

Respon gadis itu membuat Juan kaget dan reflek mengerutkan alisnya. “Nggak ada gimana mbak? itu di keranjang aja susunya masih banyak, saya nggak minus apalagi buta loh.”

“Iya memang, yang nggak ada itu buat mas nya.”

Alis Juan kian menukik. “Maksudnya? Nggak ada buat saya? Saya nggak di kasih nih? diskriminasi ceritanya?”

Gadis itu terlihat menggeleng sebentar. “Stok nya sudah pas mas. Kalau mas nya minta satu botol lagi, nanti ada satu rumah yang nggak kebagian.”

What the? Apakah gadis ini tidak tahu siapa Juan? Meski beberapa kali ganti pengantar pun, rasa-rasanya Juan tidak pernah tidak di spesialkan.

Maksudnya rumah Juan ini selalu mendapat dua botol susu. Karena si pemilik saja sudah hapal, bahkan Juan tahu kalau si pemilik saja sudah berbagi kontak serta status dengan bundanya di aplikasi WhatsApp, alias Juan ini anak dari si VVIP, yang di utamakan. Catat itu!

“Memangnya mbak nggak tahu? saya ini memang selalu dapat dua botol susu mbak. Kalau nggak percaya tanya aja sama yang punya.”

“Iya saya nggak tahu mas.”

What the hell?? Juan mengusap wajahnya gusar. “Saya mau lagi mbak susunya. Satu botol lagi.” Juang mengulangi.

Gadis itu menghela napas. Juan terkekeh sumbang, bukankah harusnya Juan yang menghela napasnya seperti itu?

“Mbak nya kesel? harusnya juga saya yang kesel. Saya ini nggak bisa kalau cuma minum satu botol susu.” Juan nyerocos saking kesalnya. Sehari ia tidak bisa minum dua botol sudah ia ikhlaskan dan ia maklumi, namun bila berlanjut sampai dua hari, rasanya Juan ingin marah saja.

“Kasih saya satu botol lagi mbak.” Juan keukeuh.

“Nggak bisa mas, nanti ada yang nggak kebagian, saya yang kena. Mas mau tanggung jawab?” Namun ternyata gadis ini lebih keukeuh.

“Mana sini handphone lo, gue mau kontak yang punya.” Saking kesalnya Juan tak sadar sudah mengubah kosakatanya yang sebelumnya memakai manner 'saya' alias kesopanan menjadi 'lo-gue'.

Juan mengulurkan tangannya meminta gadis di hadapannya untuk memberikan benda pipih yang kini sudah berpindah tangan.

Juan benar-benar melakukannya, ia menelepon si pemilik langganan susu di komplek ini, yang sialnya tak diangkat.

Si gadis terlihat beberapa kali melirik jam tangan yang dipakainya. “Mas kalau nggak diangkat ikhlasin aja ya? Ini udah siang mas kasihan rumah yang lain belum pada diantar susunya.”

Terlihat Juan merengut gadis berhelm pink itu sampai terlihat terkejut melihat raut wajah Juan yang demikian. Lagaknya gadis itupun tak habis pikir dengan kelakuan Juan yang seperti ini hanya karena perkara susu.

“Saya mau satu lagi mbak.” Ucap Juan penuh penekanan.

“Nggak bisa mas.” Gadis itu membalas sembari mengambil kembali ponselnya, kemudian berniat melanjutkan pekerjaannya, namun Juan menahan bagian belakang sepeda gadis itu membuat siempunya menoleh.

Juan tetap pada posisinya, sementara si gadis yang terlampau buru-buru lantas mengucapkan hal yang membuat Juan reflek melepaskan cekalannya pada bagian belakang sepeda yang gadis itu tumpangi.

“Mas, satu botol serius nggak cukup? Kok udah kaya maniak susu aja.”

Setelahnya gadis itupun berlalu, meninggalkan Juan yang seumur hidup baru kali ini dikatai maniak susu.

Kurang ajar.