What a Bad Dream.
“Nginep aja ya?” Jessen lontarkan penawaran itu pada Sharon. Gadis itu tengah menelungkupkan wajah diantara lipatan tangan yang berada diatas meja, di depannya ada laptop milik Sharon yang masih menyala.
Waktu menunjukan pukul dua dini hari, dimana pantas saja Jessen menawarkan hal demikian pada Sharon. Sebab rasanya tidak mungkin mengantar gadis itu pulang ke kostan-nya saat jam sudah sangat larut seperti ini.
Sharon mengangkat wajahnya, menopang dagu dengan kedua tangannya sembari berusaha membuka matanya yang memberat.
“Hm..” Hanya gumaman yang Jessen dapatkan. Mau tak mau pria itu mendekat pada Sharon.
“Ca..” Panggil Jessen diiringi dengan tangan pria itu mengelus kepala Sharon.
Sharon-pun membuka matanya, berusaha meraup kesadarannya yang masih tersisa.
“Hm?” Mata Sharon terbuka, gadis itu menoleh kearah samping dimana Jessen berada.
“Mau nginep disini atau pulang?” Tanya Jessen sekali lagi. Takut-takut Sharon tak mau menginap di apartement-nya.
“Emang boleh?” Sharon malah balik bertanya dengan mata kantuknya, Jessen sempat tersenyum kecil saat mendapati wajah Sharon yang terlihat begitu lucu.
“Boleh.” Ucap Jessen. Sharon diam, mata gadis itu kemudian terpejam kembali hingga kepalanya hampir jatuh ke meja.
Jessen reflek menahan kepala Sharon hingga akhirnya lengan Jessen yang berbenturan dengan meja.
“Udah, beneran nginep disini aja.” Gumam Jessen seraya menyandarkan kepala Sharon pada lengannya.
“Iyeel...”
Jessen yang tengah menghisap sebatang rokok-pun menolehkan kepalanya, pria itu sedikit terkejut saat melihat Sharon yang kini berdiri di depan pintu kamar Jessen.
Jessen mematikan rokoknya dengan cara menekan batang beracun itu pada asbak, pria itu kemudian berjalan menghampiri Sharon.
“Hey.. kok bangun?” Tanyanya saat sudah berada dihadapan Sharon. Gadis itu tak merespon, hanya saja tiba-tiba Sharon memeluk Jessen begitu erat, membuat pria itu tersentak kaget.
“Why? did you have a bad dream?” Jessen-pun bertanya sembari membalas pelukan erat Sharon.
Dalam dekapan Jessen, terasa Sharon menganggukan kepalanya, gadis itu kemudian mendongak untuk menatap Jessen setelah sedikit melonggarkan pelukannya.
“I dreamed you left me...” Sharon mencicit pelan hampir menangis saat mengungkapkannya. Jessen yang melihatnya mengerutkan kening sesaat lalu kembali membawa kepala Sharon kedalam dekapannya.
“What a bad dream..” Gumam Jessen seraya menempatkan dagunya diatas kepala Sharon, tangan pria itu semakin aktif mengelus punggung Sharon agar gadis itu merasa tenang.
“And u know what?” Sharon masih berujar meski terdengar pelan dan kurang jelas sebab saat mengatakannya, wajah Sharon masih tenggelam dalam dekapan Jessen.
Sharon mengangkat kembali wajahnya, masih berada dekapan Jessen hanya saja kini suara Sharon terdengar sangat jelas saat gadis itu berkata “U left me because of her..”
Kening Jessen berkerut saat mendengar perkataan Sharon, her? mungkinkah..
“Her?” Jessen bertanya memastikan pada Sharon, bahwa gadis itu telah mengetahui sesuatu tentang 'dia'.
Detik berikutnya, Jessen dibuat mematung, sebab Sharon betul-betul menjawab kebingungannya.
“Cassandra.” Dengan jelas Sharon sebutkan namanya, nama gadis dari masa lalu Jessen yang selama ini Jessen kira, Sharon tak tahu menahu tentang itu.