“Hai mantan.” Clara menoleh kebelakang lalu mendapati Windra, mantan kekasihnya tengah berdiri sembari melambaikan tangan padanya.
“Balikin akun aku sekarang.” Tanpa menanggapi sapaan Windra padanya, Clara langsung pada intinya saja. Sebab jujur, gadis ini sudah jengah dengan tingkah laku Windra.
Windra menatap tangannya yang tadi melambai pada Clara, menurunkannya perlahan sambil tersenyum miring.
“Santai aja sih, nanti juga bakal gue balikin.” Windra mengambil sebungkus rokok dari dalam saku hoodie-nya, mengeluarkan satu batang untuk dibakar kemudian pria itu hisap.
Clara yang melihat hal itu-pun sedikit mengernyit. “Kamu ngerokok? Sejak kapan?”
Windra mengepulkan asap rokoknya keudara, sambil terkekeh pria itu menjawab Clara. “Sejak lama lah, lo aja yang gak tahu.”
Mulut Clara sedikit terbuka, tak menyangka ternyata selama ini-pun pria ini telah membohonginya.
“Yaudahlah gak penting juga.” Clara membuang pandangannya sejenak dari Windra, “Sekarang langsung ke intinya aja, balikin akun aku.” Ucap Clara.
“Berani bayar berapa lo biar akun lo bisa balik?” Tanya Windra, pria itu menyandarkan diri pada sebuah tiang usang di area kumuh yang tadi Windra pilih sebagai tempat pertemuan mereka.
Clara kembali menatap Windra dengan tatapan tak habis pikirnya. “Yaudah kamu mau berapa? nanti aku bayar.”
Mendengar hal itupun Windra tertawa keras, membuat Clara semakin menukikan alisnya kedalam.
“Enak ya jadi orang kaya? Enteng banget kalo masalah duit.” Selepas berujar begitu, tawa windra terhenti, tatapan pria itu-pun berubah menjadi menatap tajam pada Clara.
“Gue gak mau lo bayar pake uang, gue mau lo bayar pake harga diri lo.”
“Maksud kamu apa?!” Clara menaikan volume suaranya saat menanggapi perkataan Windra yang terakhir, jelas Clara tak terima, ucapan Windra barusan itu seakan merendahkan Clara.
Windra tersenyum sinis, pria itu menghisap kembali batang beracunnya sebelum akhirnya dibuang dan diinjak.
Windra mendekati Clara. “Bayar pake harga diri lo, lo tahu kan maksud gue apa?”
PLAK!
Dengan emosi diujung ubun-ubun, Clara menampar Windra begitu keras, ia tak habis pikir, pria yang pernah begitu ia cintai ternyata sekarang malah seperti ini.
Mata Clara berkaca-kaca. “Jaga omongan kamu!”
Windra terkekeh sinis dalam rasa perihnya setelah ditampar Clara, untuk beberapa detik Windra terdiam lalu dengan gerakan kasar pria itu mendorong Clara pada sebuah dinding.
“Awh!” Clara meringis kesakitan, belum sempat Clara membuat perlawanan, Windra sudah menempatkan telapak tangannya pada leher Clara, mencekik gadis itu kuat-kuat.
“Lo yang harusnya jaga kelakuan lo, cewek jalang!”
Clara memukul-mukul Windra dengan kekuatan yang dipunya, meski tak membuahkan hasil sebab tenaga Clara jelas kalah dari Windra.
“Cewek sempurna kaya lo ini harusnya dirusak sekalian, biar ada kekurangan.”
Mendengar perkataan Windra, Clara-pun menangis, entah mau jadi apa nasibnya setelah ini, Clara masih berusaha melawan, menendang apapun yang bisa gadis itu tendang, serta kembali memukul-mukul Windra yang kini tengah berupaya mendekat untuk mencium Clara.
BUGH!
Usaha Windra gagal sepenuhnya, pria itu bahkan jatuh tersungkur setelah dipukul begitu kuat oleh seseorang.
Clara yang bebas dari Windra-pun tak kuasa lagi menahan bobot tubuhnya, gadis itu hampir saja ikut terjatuh kalau saja seseorang tak menangkap tubuhnya.
“Jemian?” Jemian tersenyum manis pada Clara. “Halo cantik.” Sapa Jemian seraya mengedipkan matanya pada Clara.
Disaat situasi yang lengah itu, Windra bangkit setelah mengambil sebongkah batu, dengan ancang-ancang Windra sudah akan memukul kepala Jemian dengan batu dari belakang.
“JEMIAN AWAS!” Clara memekik saat melihat siluet Windra yang berada persis dibelakang Jemian.
BUGH!
Sebuah suara bagian tubuh saling beradu kembali terdengar, Windra kembali jatuh tersungkur ketanah setelah mendapat sebuah tendangan dari seorang pria berjaket kulit dengan sebuah batang rokok dimulutnya.
Jemian menoleh kebelakang, pria itu lalu mengangkat tangan dalam posisi mengepal mengajak toss ala lelaki pada pria berjaket kulit itu.
“Bravo! anjay tendangan maut si Jessen iyeu mah lain tendangan maut si Madun.” Bravo! anjay tendangan maut si Jessen inimah, bukan tendangan maut si Madun.
Seorang pria tiba-tiba muncul sambil bertepuk tangan lalu menghampiri pria yang tadi menendang Windra.
Disusul seorang pria berkacamata datang dan segera mengeksekusi Windra yang tadi sempat hendak kabur. “Banci amat, sekali tendang doang usaha buat bangunnya sampe berkali-kali.” Randy-Pria dengan kacamata itu mengambil dua tangan Windra lalu disilangkan kebelakang, persis seperti adegan seorang polisi yang menangkap penjahat di drama yang sering Clara tonton.
“Yang begini sok-sok an mau ngelecehin cewek, yakin lo kaga impoten?” Windra bergerak-gerak dalam posisi tengkurap, masih berupaya meloloskan diri.
“Rokoknya aja samsu, kere ya?” Jessen tertawa saat melihat bungkus rokok yang setengah keluar dari kantong Windra.
“Ris, itu ada tali sebelah sana, ambil sini, Ris.” Randy menunjuk pada sebuah tali tambang kusam yang tergeletak di seberangnya.
“Shaapp!” Pria bernama Haris itu-pun dengan sigap langsung mengambil tali itu kemudian menghampiri Randy dan membantu pria itu mengikat Windra.
“Udah telepon polisi belom sih?” Jessen bertanya setelah kembali menghisap batang rokoknya.
“Udah gue telepon tadi, tinggal tungguin datang aja.” Tutur Randy.
“Taliin ditiang ajalah, gue males megangin anjir.” Haris mengajukan usul setelah berhasil mengikat Windra dengan kencang.
“Talinya gak cukup, bego.” Dilihatnya oleh Clara, pria berkacamata itu menoyor kepala kawannya.
Clara masih syok dan bingung, Jemian yang paham akan kondisi Clara-pun kemudian merangkul Clara. “Cuy, gue duluan ya.” Sembari melempar kode dengan lirikan mata, Jemian pamit undur diri pada ketiga temannya.
Paham akan kode yang diberikan Jemian, baik Randy, Haris maupun Jessen, ketiganya serempak mengacungkan jempolnya.
“Sok duluan aja, ni banci satu biar kita bertiga yang urus.”